Dewasa ini, trafficking anak merupakan isu yang aktual dan
fundamental, terjadi bukan hanya di Indonesia saja melainkan diseluruh
dunia.
Munculnya berbagai kasus trafficking anak karena telah terjadi secara
sistemik: tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan,
penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan,
penyalahgunaan kekuasaan, penjeratan hutang, sehingga memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk
tujuan eksploitasi atau mengakibatkan anak tereksploitasi.
• Maraknya perdagangan anak berawal dari masalah ekonomi, sosial, politik dan budaya.
• Sebenarnya Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia PBB 1948 ; Memuat
hak-hak setiap manusia. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia tidak secara
tegas berkaitan dengan perdagangan orang, khususnya anak, tetapi
Deklarasi ini sebagai suatu deklarasi yang menegaskan setiap individu
mempunyai hak bebas, yang secara mendasar terbebas dari trafiking.
• Konvensi Hak Anak 1989 ; Secara tegas mengatur hak anak yang
berbeda dengan orang dewasa. Pada pasal 34 dan 35 Konvensi ini berkaitan
langsung dengan penentangan terhadap eksploitasi seksual, perlakuan
salah secara seksual, dan perdagangan anak.
• KILO 182 Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terpuruk Anak ;
Penggunaan anak dalam prostitusi dan pornografi dianggap sebagai bentuk
pekerjaan terpuruk anak. Konvensi ini sangat berkait erat dengan pekerja
anak, sedangkan perdagangan anak tidak termasuk. Indonesia telah
meratifikasi Konvensi ini dengan UU No. 1 tahun 2000.
• Protokol untuk Mencegah Memberantas dan Menghukum Perdagangan
Manusia Terutama Anak yang Melengkapi Konvensi PBB untuk Melawan
Kejahatan Terorganisir antar Negara ; Secara tegas menegaskan definisi
perdagangan manusia:
“Perdagangan manusia berarti pengerahan, pengangkutan, pemindahan,
penyembunyian atau penerimaan orang dengan menggunakan berbagai ancaman
atau paksaan atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan, penculikan,
penipuan, muslihat, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau
pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan
izin dari orang yang memiliki kendali atas orang lain untuk tujuan
eksploitasi. Pada Protokol ini secara tegas menyebutkan anak “berarti
setiap orang yang usianya di bawah delapan belas tahun.”
Kebijakan Nasional
• Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara tegas melarang perdagangan anak.
• UU NO. 21 tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang memberikan sanksi terhadap pelaku tindak pidana
perdagangan anak. Tindak pidana perdagangan anak menurut Pasal 17 UU NO.
21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
yang berbunyi: Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 3, dan Pasal 4 dilakukan terhadap anak, maka ancaman pidananya
ditambah 1/3 (sepertiga), yaitu dipidana penjara paling singkat 4 tahun
dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp.160.000.000,00 dan paling banyak Rp.800.000.000,00. Akan tetapi
sampai sekarang masih banyak sekali kasus perdagangan anak yang terjadi,
dikarenakan kurang tegasnya penegakan hukum dan kurang beratnya sanksi
yang dijatuhkan kepada pelakunya.
• Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Anak Keppres No. 88
Tahun 2002 ; lahir karena didorong oleh keprihatinan yang mendalam
terhadap berbagai kasus perdagangan anak. Indonesia merupakan salah satu
dari negara-negara yang dikategorikan sebagai (1) negara yang memiliki
korban perdagangan anak dalam “jumlah yang besar,” (2) pemerintahannya
belum sepenuhnya menerapkan “standar-standar minimum” serta (3) tidak
atau belum melakukan “usaha-usaha yang optimal” dalam memenuhi standar
pencegahan dan penanggulangan perdagangan anak
Mengapa Trafiking Anak perlu dicegah?
Penelitian ILO-IPEC di Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa
Timur dan Jawa Barat memperkuat bahwa trafiking di Indonesia merupakan
masalah yang sangat kompleks karena juga diperluas oleh faktor ekonomi
dan sosial budaya.
Kualitas hidup miskin di daerah pedesaan dan desakan kuat untuk
bergaya hidup materialistik membuat anak dan orang tua rentan
dieksplotasi oleh trafiker. Disamping diskriminasi terhadap anak
perempuan, seperti kawin muda, nilai keperawanan, pandangan anak gadis
tidak perlu pendidikan tinggi menjadi kunci faktor pendorong. Anak-anak
yang ditrafiking bekerja dengan jam kerja relatif panjang dan rawan
kekerasan fisik, mental, dan seksual. Mereka tidak mempunyai dukungan
atau perlindungan minimal dari pihak luar. Kesehatan mereka juga
terancam oleh infeksi seksual, perdagangan alkohol dan obat-obatan
terlarang.
Solusi Pencegahan Trafiking Anak
1. Memperkuat sinergi antara aparat penegak hukum dan masyarakat.
2. Penegakan hukum atas pelaku tindak pidana perdagangan anak.
3. Memperluas kampanye secara massif melalui media dan potensi lokal
agar dapat mencegah masalah perdagangan anak.
4. Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai
Sekolah Menegah Atas untuk memperluas angka partisipasi anak
laki-laki dan anak perempuan.
5. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar.
6. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan.
7. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha sendiri.
8. Merubah sikap dan pola fikir keluarga dan masyarakat terhadap
trafiking anak. Inti dari program ini mencegah anak-anak
perempuan dilacurkan dengan mengupayakan :
1. Peningkatan partisipasi pendidikan anak-anak baik formal maupun non formal,
2. Pemberian peluang kerja, dan
3. Penyadaran masyarakat untuk mencegah perdagangan anak untuk pelacuran.