Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang
memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus,
memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan
dan perkembangan fisik, mental dan sosial.
Anak yang dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana adalah anak yang
sedang berhadapan dengan kasus hukum tertentu. Meskipun masih tergolong
dalam kategori anak, hukum tetap wajib menjamin perlindungan terhadap
anak yang sedang dalam proses hukum. Hal ini merupakan konsekwensi dari
ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang
menjelaskan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh
dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”.
Menurut Undang-Undang Perlindungan Anak pasal 64, bentuk perlindungan
terhadap anak yang berkonflik dengan kasus hukum dan anak korban tindak
pidana antara lain:1. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai martabat dan hak-hak anak;
2. Penyediaan petugas pendamping khusus bagi anak sejak dini;
3. Penyediaan sarana dan prasarana khusus;
4. Penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak;
5. Pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum;
6. Pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua dan keluarga;
7. Perlindungan melalui pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
Beberapa waktu yang lalu, Pemerintah juga membuat RUU tentang sistem
peradilan anak. Prinsip perlindungan hukum pidana anak yang akan
diterapkan disesuaikan dengan Konvensi Hak-Hak Anak sebagaimana yang
telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 26
Januari 1990 di New York Amerika Serikat, terutama dalam artikel 37
secara rinci ditegaskan diantaranya:
1. Tidak seorang anak pun dapat dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau secara sewenang-wenang;
2. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisahkan dari orang dewasa dan berhak melakukan hubungan dengan keluarganya;
3. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan hukum, berhak melawan serta menentukan dasar hukumnya.
1. Tidak seorang anak pun dapat dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau secara sewenang-wenang;
2. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan dipisahkan dari orang dewasa dan berhak melakukan hubungan dengan keluarganya;
3. Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan hukum, berhak melawan serta menentukan dasar hukumnya.
Substansi yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain mengenai
penempatan Anak yang menjalani proses peradilan dapat ditempatkan dalam
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), dan yang paling mendasar dalam
Undang-Undang ini adalah pengaturan secara tegas mengenai Restoratif
Justice dan Diversi, yaitu dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan
Anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi
terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan Anak dapat
kembali kedalam lingkungan sosial secara wajar. Oleh karena itu sangat
diperlukan peran serta semua pihak dalam rangka mewujudkan hal tersebut.
Pada akhirnya proses ini harus bertujuan pada terciptanya keadilan
restoratif baik bagi Anak maupun bagi Anak sebagai Korban. Keadilan
restoratif merupakan suatu proses diversi dimana semua pihak yang
terlibat dalam suatu tindak pidana tertentu bersama-sama memecahkan
masalah, menciptakan suatu kewajiban untuk membuat segala sesuatunya
menjadi lebih baik dengan melibatkan Anak Korban, Anak, dan masyarakat
dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi, dan menentramkan
hati yang tidak berdasarkan pembalasan. Namun pada dasarnya,
Undang-Undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ini mengatur mengenai
keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan
hukum mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah
menjalani pidana.
Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 3,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3668) dilakukan dengan
tujuan agar dapat terwujud peradilan yang benar-benar menjamin
perlindungan kepentingan terbaik Anak yang berhadapan dengan hukum
sebagai penerus bangsa.
Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari di
pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan hukum,
harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan sarana dan
prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai dengan
prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap dipertahankan
artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa tidak
ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, ia dimasukkan dalam
ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa.
Anak yang melakukan tindak pidana menurut defenisi hukum Nasional
adalah ” orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8
(delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan
belum pernah kawin. Sedangkan definisi dari ”Anak Nakal” adalah anak
yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik
menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain
yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Anak yang melakukan tindak pidana atau dalam praktek sehari-hari di
pengadilan disebut sebagai anak yang sedang berhadapan dengan hukum,
harus diperlakukan secara manusiawi, didampingi, disediakan sarana dan
prasarana khusus, sanksi yang diberikan kepada anak sesuai dengan
prinsip kepentingan terbaik anak, hubungan keluarga tetap dipertahankan
artinya anak yang berhadapan dengan hukum kalau bisa tidak
ditahan/dipenjarakan kalaupun dipenjarakan/ditahan, ia dimasukkan dalam
ruang tahanan khusus anak dan tidak bersama orang dewasa. Selain itu,
diberikan pula jaminan perlindungan terhadap anak-anak yang berhadapan
dengan hukum ditetapkan sebagai kelompok anak yang membutuhkan
”Perlindungan Khusus”.
Mendidik anak merupakan hal yang penting untuk mempersiapkan generasi
muda Indonesia yang akan datang. Mengenalkan hukum dan mengajarkan anak
untuk taat hukum sejak dini juga perlu dilakukan oleh orang tua dan
pendidik di sekolah. Hukum juga harus memberikan ruang bagi anak untuk
terus berkembang dan terlindungi sesuai kapasitas pertumbuhannya. Untuk
itu diharapkan generasi muda di masa datang lebih bisa mentaati hukum
yang berlaku.